KALKULATOR ALLOH
Berbicara masalah kalkulator Allah, memang sulit untuk kita bisa menerima dengan akal sehat. Kenapa? Karena mesin kalkulator Allah bekerja di luar nalar kita.
Misalnya dalam hal meyekolahkan anak. Menyekolahkan anak merupakan sebuah kesalahan bagi orang tua jika ia menggunakan ‘kalkulator’ sendiri. Menghitung-hitung pendapatan bulanan dan kemudian berkata “Tidak cukup!”.
Jangan pernah gunakan kalkulator sendiri jika mau menyekolhkan anak, tapi gunakanlah ‘kalkulator’ Allah. Karena kalkulator kita terlalu ‘kecil’ bagi Allah. Allah memiliki ‘kalkulator’ maha luas.
Menghitung-hitung rejeki yang diperoleh dalam membiayai sekolah anak tidak bisa menggunakan logika kita sendiri. Allah memiliki cara sendiri untuk memberikan rezeki kepada orang tua yang bersungguh-sungguh dalam usaha menyekolahkan anaknya.
Beberapa fakta di tengah-tengah masyarakat yang sering kita saksikan. Kita pasti pernah melihat atau menemukan keluarga sederhana yang semua anaknya berhasil menempuh pendidikan sampai sukses.
Contoh. Salah satu keluarga sangat sederhana, yang memiliki sepuluh orang anak. Sebut saja keluarga Sutan Mantari di salah satu kota di Sumatera. Berkat kerja keras, beliau berhasil menghantarkan anak-anaknya ke jenjang perguruan tinggi. Padahal beliau hanya pedagang kecil-kecilan di rumah.
Tak tanggung-tanggung, diantara yang bersepuluh dua orang anaknya menjadi dokter, dua orang menjadi guru, tiga orang menjadi pegawai di dinas pertanian, dua orang menjadi pegawai bank, dan satu orang menjadi dosen.
Jika dihitung-hitung menggunakan kalkulator kita, maka penghasilan pak Sutan Mantari yang hanya seorang pedagang kecil-kecilan, rasanya tidak mungkin cukup membiaya sekolah anak-anaknya.
Mari kita buka mata. Masih sangat banyak fakta-fakta lain di seputaran kita. Tidak sedikit orang tua yang jika dilihat dari keseharian mereka dalam mencari nafkah sangat biasa-biasa saja, bahkan bisa dibilang tidak berkecukupan.
Boleh jadi ia bekerja sebagai tukang bangunan, petani, pengumpul barang bekas, buruh panggul, dan lain sebagainya. Dari sisi pendapatan, boleh dihitung sendiri. Tapi faktanya mereka mampu dan sukses menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi.
Jika diperhatikan lebih jauh, agak aneh, angka yang muncul di layar kalkulator dengan angka yang harus dikeluarkan untuk membiayai sekolah anak-anak mereka. Sama sakali tidak berimbang.
Biaya yang dikeluarkan lebih besar bila dibandingkan dengan penghasilan bulanan yang diperoleh. Dari mana datang angka-angka untuk mencukupi segala kekurangan itu? Sekali lagi, itulah yang saya sebut ‘Kalkulator Allah’.
Bagaimana menggunakan ‘kalkulator’ Allah?
Pertama, keyakinan dan doa.
Untuk menyekolahkan anak, orang tua harus memiliki keyakinan yang kuat bahwa Allah akan membukakan pintu rezeki yang seluas-luasnya. Kuncinya, seberapa besar keyakinan kita kepada kebesaran Allah.
Seharusnya tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Buang kalkulator anda dan biarkan Allah memainkan ‘kalkulatorNYA’ sendiri. Artinya, janganlah sekali-kali ber-‘negative thinking’ kepada Allah.
Lengkapilah keyakinan itu dengan memanjatkan doa kepada Allah. Keyakinan yang kuat dan doa yang ikhlas meminta jalan keluar kepada Allah. Keyakinan dan doa menjadi fondasi utama yang kokoh bagi orang tua yang menginginkan pendidikan terbaik bagi anak-anak.
Kedua, usaha. Berusahalah semaksimal mungkin. Karena rezeki akan datang jika kita berusaha dengan ikhlas. Dan jangan sekali-kali membiayai sekolah anak dengan melakukan usaha-usaha yang dilarang Allah.
Jangan pernah ragu untuk menyekolahkan anak-anak dengan apa pun kondisi ekonomi kita saat ini. Jangan terlalu menghitung-hitung rejeki yang diperoleh karena kalkulator kita terlalu kecil dibanding ‘kalkulator’ Allah yang maha luas.
Bahren Nurdin, MA.
Komentar
Posting Komentar