PRESIDEN INDONESIA BERIKUTNYA PELANJUT PRESIDEN SEBELUMNYA


Oleh : 
UMAR YUWONO
Ketua DPD Partai Gelora Nomor 7 Kabupaten Sukoharjo

Sudah menjadi hal yang biasa dalam era demokrasi dimana proses memilih pemimpin dilakukan dengan cara pemilihan umum ( PEMILU/PILPRES ) sebagaimana konsensus para pendiri bangsa yg dituangkan dalam perundang-undangan yang berlaku. Dan menjadi jamak pada umumnya jika persaingan antar kandidat selalu di bumbui dengan upaya upaya menjatuhkan reputasi dan kredibilitas lawan politiknya ( dirty job ). Itu adalah hal yang jamak terjadi, dan di Indonesiapun tak lepas dari hal tersebut.  Pasca reformasi 1998 jika kita mengikuti dinamika perpolitikan 5 tahunan tentu kita tidak terkaget kaget membaca dan melihat serta memperhatikan berbagai   informasi politik yg berkembang dan muncul di publik, apakah hal itu masuk kategori hoax, rekayasa konten berita, atau fakta berita itu semua harus dicermati secara tenang, pikiran jernih dan dewasa. Sebagai bagian dari rakyat dan calon pemilih .. kita harus bijak dan tidak mudah menelan mentah mentah informasi yang ada. 

Tulisan berikut dimaksudkan untuk membawa nalar dan kejernihan berpikir dalam menelaah dan mencermati derasnya berita berita politik yang tersebar luas di media terutama di platform media sosial di HP yang ada digenggaman tangan kita masing2 baik itu di Facebook, IG, Twitter X, hingga WA, dan lainnya. 

Tulisan ini juga bukan bermaksud untuk membela salah satu dari kandidat Capres Cawapres  yang sedang muncul dari koalisi parpol yang ada saat ini. Meskipun penulis sendiri diamanahi memimpin salah satu parpol di Kabupaten Sukoharjo yang sudah menentukan sikap dukungan kepada salah satu Capres yang ada. Namun penulis mencoba memisahkan irisan kepentingan yang ada. Terkait tulisan ini penulis mencoba menelaah apakah setiap hajatan pergantian pemimpin negara 5 tahunan sebagaimana yang terjadi di Indonesia ini harus dimaknai tidak tersambungnya program kerja yang berjalan dari satu rezim ke rezim berikutnya. 

Haruskah setiap akan terjadi hajatan nasional Pemilu/Pilpres 5 tahunan ini masyarakat disuguhi barisan diksi diksi dan rentetan beragam  narasi kebencian yang di publis dari para kandidat dan atau para tim sukses pemenangan masing masing yang ditujukan pada kompetitor lainnya. 

Haruskah proses yang sebenarnya merupakan proses yang biasa saja tiap 5 tahunan ini .. harus terkontaminasi rasa benci pada kompetitor yang sebenarnya juga mereka baik Capres Cawapres atau timses pemenangan adalah saudara sebangsa dan setanah air kita Indonesia. Tidakkah akan lebih elegan dan nyaman untuk kita semua saling dewasa dalam bersikap dan bertindak  saling menghargai satu dengan yang lain. Bukankah pemilihan pemimpin itu sebuah kewajaran di alam demokrasi seperti saat ini. Penulis merasa keutuhan dan kerukunan diantara semua warga bangsa itu jauh lebih utama bagi negeri ini .. Indonesia. 

Pemimpin To Be Continued

Slogan Perubahan sesungguhnya tidak relevan sampai kapanpun di Indonesia ini, ada kultur dan adab dalam budaya masyarakat Indonesia yang seperti perangkat software bikinan Alloh untuk bangsa Indonesia ini. Bagaimanapun yang terjadi sejak Indonesia berdiri dengan sudah 7x hampir silih berganti para pemimpin negeri ini diamanahi untuk mengabdikan dirinya untuk bangsa Indonesia sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Masyarakat Indonesia secara keseluruhan sendiri sudah menerima warisan budaya bangsa yang adiluhung  akan sifat bangsa kita yang lebih suka sebuah kerukunan, kedamaian dan serba kecukupan dalam mewujudkan kesolidan juga kekokohan ekonomi dalam  semua rumah tangga bangsa negera ini. 

Sejak Presiden Soekarno yang berjuang memerdekaan Indonesia dan mengawali managemen pengelolaan negara dalam upaya agar eksistensi Indonesia terjaga bukan saja untuk pemilih negeri ini ( rakyat ) ataupun para pagawai negara ( birokrasi negara ).  
Ditangan Soekarno-lah awal berdirinya negara Indonesia ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya hingga kejatuhan Soekarno dan estafet kepemimpinan nasional beralih dari Soekarno ke managemen ala Soeharto sebagai Presiden ke 2 NKRI.  Tidak akan kita menikmati kemerdekaan tanpa ada peran penting Soekarno dan generasi seperjuangan beliau dijamannya. 

Dari pemerintahan Soeharto beralih ke Habibie di masa Reformasi ada peran penting Habibie dalam menjaga stabilitas ekonomi dan proses transisi pergantian pemimpin yaitu agenda Pemilu 1999 yang membuka partisipasi publik paling banyak dengan munculnya puluhan partai politik baru kala itu. Dari sebelumnya di masa Soeharto hanya ada 2 parpol dan 1 golongan karya. Di masa Habibie inilah kita menikmati keterbukaan transparansi dan kemerdekaan berpendapat. Sedang roda birokrasi tetap berjalan hingga menghadirkan Presiden berikutnya yaitu Gus Dur kemudian Megawati. Dari pergantian presiden ini roda birokrasi dan pemerintahan tetap berjalan dan nyambung dari masa pemerintahan sebelumnya yaitu era kepemimpinan Habibie.   

Dari era kepemimpinan Megawati kemudian berganti ke tangan SBY yang dalam kampanyenya dulu di tahun 2004 juga menggaungkan diksi dan narasi perbaikan menjadi Indonesia lebih baik begitu SBY dalam setiap kampanyenya kala itu. Namun pada dasarnya birokrasi dan roda pemerintahan  sama saja tetap berjalan melanjutkan yang sudah dijalankan pemerintahan sebelumnya. Jika ada perbaikan itu semua adalah natural sebuah kewajaran bahwa sesuatu yang kurang baik memang semestinyalah diperbaiki apalagi ini urusan kepentingan  publik. 

Pasca kepemimpinan SBY-JK dan SBY-BOEDIONO maka bergantilah kekuasaan negara ke Presiden selanjutnya  yaitu JOKOWI-JK kemudian sekarang JOKOWI-MAKRUF AMIN. Apakah  secara mendasar saat JOKOWI-JK memegang kuasa lantas ada perombakan departemen penghapusan departemen dll .. ternyata tidak. Sama saja sistim demokrasi dan roda birokrasi pemerintahan tetap berjalan bersambung dari kepemimimpinan sebelumnya di era SBY-BOEDIONO. Jika ada perubahan dan pembenahan itu sekali lagi hanya perbaikan dari yang dirasa belum baik diera kepemimpinan sebelumnya. 

Begitu selanjutnya saat sekarang diujung akhir  pemerintahan JOKOWI-MAKRUF AMIN, para Capres Cawapres akan menawarkan program kerja untuk kekuasaan di periode selanjutnya. Sudah ada yang mencoba menawarkan ide Perubahan dan Perbaikan, namun sepertinya hal ini  tidak melihat perjalanan pemerintahan2 yang sudah terjadi sebelumnya. Bahwa pada akhirnya sama saja .. baik yang saat ini memposisikan sebagai oposisi maupun yang ada kedekatan dengan penguasa saat ini, pada akhirnya juga sebenarnya nanti bisa dipastikan hanya akan terus melanjutkan roda kekuasaan yang ada saat ini. Bisa jadi hanya menjalankan seperti pemerintahan2 sebelumnya memperbaiki yang sudah ada dan meninggalkan kebijakan yang dirasa oleh penguasa nanti kurang baik. Namun pada hakekatnya yang berkuasa nanti juga tetap akan menyambung dari yang sudah dijalankan oleh pemerintahan  pemerintahan sebelumnya. 

Kita sebagai rakyat sebenarnya mudah saja keinginan dan harapan pada para pemimpin negara siapapun itu, yaitu cukup negara bisa menghadirkan  rasa aman, kebaikan hidup semakin tersebar, kebatilan berkurang, murah sandang pangan, dan rakyat bisa mencari ilmu dan sekolah dengan mudah dan murah , dan yang terakhir citra negara di mata dunia lebih bisa disegani, sehingga Indonesia bisa ambil peran penting di kancah internasional. Siapapun yang bisa memenuhi harapan masyarakat itu tentu akan dinilai sebagai pemimpin yang berhasil dan akan otomatis akan terpilih 2 periode penuh memimpin Indonesia ke depan. Sesimpel itu sebenarnya benang merah harapan bangsa ke depan. 
Wallohu a'lam bishawab. 

Nuwun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arah Baru Sukoharjo

POLING GASPOL FSM KEDUA AKAN SEGERA DIGULIRKAN

SISA SISA "SUARA WARGA" PASCA PUTUSAN MK & MENGIMANI TAKDIR